SUNNAH DAN BID’AH
Assunah.
Menurut
bahasa:
assunnah berarti jalan dan cara. Syeh Ibnu Taimiyah
rahimahullah mengatakan assunnah adalah adat /kebiasaan dan jalan dan cara yang berulang-ulang sering
dilakukan orang dengan segala
ragamnya dan lapisannya, baik yang
mereka anggap sebagai ibadah atau bukan.
Menurut
syariat :
Bid’ah.
Menurut ethimologi:
Arroghib al Ashfahani dalam kitab, Mufrodatul Qur’an, Al Ibda’
(mengada-ngada/membuat bid’ah ) adalah mengadakan atau menciptakan sesuatu
hal tanpa meniru dan contoh terlebih
dahulu. Kata ini jika dinisbatkan kepada Allah berarti menciptakan sesuatu
tanpa alat dan bahan serta terlepas dari dimensi ruang dan waktu.Dan itu hanya
bisa dilakukan oleh Allah semata.Sementara kata “ Badi’” semakna kata “Mubdi’ “
yang berarti menciptakan (tanpa contoh terlebih dahulu). Allah berfirman :
بديع السموات والارض
Artinya “Dan Dialah Allah Pencipta langit dan bumi.” (QS. Al
Baqoroh : 117)
.
Kata “Badi’ “ juga bermakna mubda’(difatkhah dal) yang berarti yang
diciptakan. Hal yang sama juga berlaku pada kata al bad’u (masdar bada’a yabda’u) .Kesemuanya
bisa bermakna ismul fail (yang menciptakan) dan ismul maf’ul (yang diciptakan) .Allah swt.
Berfirman :
ما كنت بدعا من
الرسل
Artinya :”Katakanlah ,”Aku bukanlah rasul yang pertama diantara
para rasul .”(QS. Al Ahqof : 9)
” Kata “ bid’an” dalam struktut ayat ini berarti yang pertama yang
tak ada seorang rasul yang mendahuluiku . Bid’an berarti pula seorang yang mengada-ngada dalam
apa yang aku katakan.
Al Fayumi dalam kamus misbah,berkata
“ abda’a Allahul Kholqo ibda’an” berarti Dia menciptakan makhluk tanpa contoh. “abda’tu syaia wa ibtada’tuhu “
bermakna saya berupaya mengeluarkan dan mengadakannya.
Al Hafidz ibnu Hajar dalam Fatkhul Bari ketika menjelaskan “syarrul umuri
muhdatsatuha”[1]
berkata,”
v Bid’ah menurut bahasa adalah sesuatu yang diada-adakan tanpa contoh
terlebih dahulu. Demikian ketika menjelaskan hadist “ Nikmatil bid’atu
hadzihi.”[2] (Ini
adalah sebaik-baik bid’ah) . Bid’ah pada asalnya berarti suatu yang
diada-adakan tanpa contoh lebih dahulu.”
v Menurut syara’ , bid’ah
adalah menambah atau mengurangi ketentuan-ketentuan dalam urusan agama.Namun
sebagian terkadang tidak dihukumi makruh (yang semestinya dijauhi) dan jenis
ini dinamai dengan bid’ah mubah.Yaitu
persoalan bid’ah yang jenisnya
memiliki dasar dan dalil dalam syariat atau sangat dibutuhkan untuk kemaslahatan
guna menolak mafsadah.
Untuk itulah maka para ulama mengklasifikasikan bid’ah menjadi dua
varian ;
Imam Syafi’ i radliyallahu anhu
berkata,” Bid’ah itu ada dua macam ; bid’ah mahmudah (bidah terpuji) dan bid’ah
madzmumah (bidah tercela).Bid’ah yang sesuai dengan sunnah disebut bid’ah
mahmudah(terpuji), dan yang bertentangan dengan sunnah dinamakan bid’ah
madzmumah.
Imam Baihaqi mengeluarkan (mengutip) dari Imam Syafi’ I dalam manaqib
(biografinya) :” Hal yang diada-adakan (bid’ah) itu ada dua macam . Hal yang diada-adakan yang bertentangan dengan Al Qur’an, Sunnah
dan Ijma’ disebut dengan bidah dlolalah (sesat). Hal baru yang diada-adakan
dalam kebaikan yang tidak bertentangan sama sekali dengan tiga sumber ajaran
agama tersebut, disebut muhdatsasun ghoiru madzmumah ( bid’ah yang tidak tercela).
Hingga beliau (yakni Imam Syafi
‘I melepaskan predikat bid’ah dari suatu
persolan yang memiliki sandaran dan
dasar dalam syariat. Ujar beliau ,”Setiap persoalan yang memilik acuan sandaran
dalam syariat bukanlah bid’ah meski para
salaf sholeh (generasi pertama umat) tidak melakukannya. Mereka tidak
melakukannya perbuatan itu mungkin motifnya karena mereka memiliki halangan saat itu atau ada
sesuatu yang lebih utama dari
persoalan tersebut atau barangkalai pengetahuan persoalan itu belum
sampai kepada mereka semua.”
Imam Nawawi dalam kitab Tahzibul Asma’ wal Lughoot, saat
membicarakan tentang bid’ah ia berkata ”
Bid’ah itu diklasifikasikan menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah qobikhah.”
Al Hafidz Ibnu Atsir dalam kitab Nihayah berkata,” Bid’ah itu dua
macam; bid’ah hudan dan bid’ah dzolal.
Yang bertentangan dengan ketentuan dan perintah Allah dan RasulNya kategori
bid’ah tercela dan mungkar.Dan persoalan yang masuk satu bagian (juz) dari keumuman perkara yang dianjurkan Allah dan Rosul-Nya,
maka kategori bid’ah yang diperbolehkan dan persoalan yang tidak memiliki contoh sejenis prilaku kemurahan hati dan sifat dermawan dan
perbuatan kebajikan maka kategori perbuatan-perbuatan yang terpuji dengan
ketentuan persoalan tersebut tidak boleh bertentangan dengan hal yang
dikemukakan syariat.”
Al Hafidz Ibnu Aroby dalam syarah
sunan Tirmidzi dalam mengomentari hadist,”Iyyakum wamuhdatsatil umuri. “ [3] (Jauhilah
oleh kamu sekalian hal –hal yang diada-adakan ) berkata,”“Ketahuilah oleh kalian semua – semoga Allah mengajarkan
kamu semua- bahwa perkara “muhdats (yang diada-adakan)/bid’ah ada dua macam.
Pertama, bid’ah yang tidak memiliki dasar dan hanya berpangkal sepenuhnya pada
keinginan nafsu dan berbuat hanya
menuruti kemauan semata. Dan ini sudah tentu merupakan suatu bentuk kebatilan .
Itulah yang dimaksud bid’ah dzalalah. Kedua,
jenis muhdats /bid’ah yang dapat dianalogkan
dengan amalan kebaikan/sunnah ( yang sudah ada ketetapannya dalam sumber
primer dan skunder agama), jenis ini bid’ah dari produks menganalogkan suatu
amalan dengan ketentuan amalan yang ada (yang syariat mengemukakannya dalam bentuk umum ) . Dan inilah biasa
disemati predikat “ sunnatul khulafai Rosyidin dan para imam fudzola’ bukan
kategori bid’ah dzolalah.
Ia juga berkata,”Tidaklah “muhdats”
dan “bid’ah” tercela dari aspek
lafadznya dan tidak pula dari aspek maknanya.Karena Allah swt. sendiri
berfirman :
ما يأتيهم من ذكر
ن ربهم محدث
Tidak datang kepada mereka suatu
ayat Al Qur’an pun yang baru (diturunkan
) dari Tuhan mereka ”
Umar bin Khotob
sendiri berkata,” “ Nikmatil bid’atu hadzihi.” (Ini adalah sebaik-baik
bid’ah.)
Akan tetapi yang tercela dari bid’ah adalah
yang bertentangan dengan sunnah dan dari muhdatsah (hal yang diada-adakan)
adalah yang menyerukan kepada jalan kesesatan.
Sebagian ulama ada yang mengklasifikasikan
bid’ah hingga 5 macam :
1.
Bid’ah
wajib seperti mempelajari Nahwu, sistematika dalil-dalil ulama ilmu kalam yang
digunakan sebagai argumentasi bantahan orang-orang mulhid (atheis,tidak percaya
tuhan) dan kaum ahli bid’ah.
2.
Bid’ah
mandub (sunnah yang dianjurkan) seperti adzan di atas mimbar, menyusun
kitab-kitab ilmu dan buku pengetahuan,
membangun madrasah dan sekolah dsb.
3.
Bid’ah
mubah, seperti memakai ayakan dan memperluas variasi jenis makanan dan minuman.
4.
Bid’ah
makruh, menghiasi mushaf Al Qur’an dan memberi berbagai ornamen masjid.
5.
Bid’ah
muharromah (yang diharamkan) seperti
mengada-ngada sesuatu (kreasi) yang bertentangan sunnah dan yang tidak
ditunjukkan oleh dalil-dalil umum dari syariat serta tidak mengandung maslahat
syar’yyah (maslahat yang sejalan syariat).
Oleh karena itu, Al Qur’an menegaskan kebolehan berkreasi suatu yang ada nilai kebaikan dan
menambahkan kedekatan diri kepada Allah.Abu Umamah radliyallahu ta’ala berkata:
“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kamu berpuasa di bulan Ramadlan dan tidak
mewajibkan qiyam (menghidupkan Ramadlon dengan shalat malam, (namun hal itu
hanya pada tingkatan tathowwu/sunnah bukan wajib), namun qiyyam Ramadlan hanya suatu yang kamu ada-adakan lantas rutin
kamu lakukan.Sesungguhnya segolongan bani Israil membuat bid’ah (mengada-ada
suatu yang baik) dan (semula rutin mereka lakukan) lantas Allah mencela mereka
karena meninggalkannya.Allah berfirman :
وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا
كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ فَمَا رَعَوْهَا
حَقَّ رِعَايَتِهَ
Artinya :” Dan mereka mengada-ngadakan
rahbaniyyah (system hidup kependetaan ,membujang , tidak menikah) padahal kami
tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi mereka sendirilah yang
mengada-ngadakannya ) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak
memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.(QS.
Al Hadid :27)
Adapun Hadist ,”Kullu bid’atin
dholalah “(setiap bid’ah adalah sesat) adalah lafadz “am yang dalam
kontek ‘am al Makhsus (‘am yang ditakhsis ) [4]
Imam Nawawi rahimahullah
berkata,”Lafadz ‘am[5]
dalam Hadist ini merupakan jenis ‘am makhsus .
Maksudnya adalah hal –hal baru
yang diada-adakan yang tidak ada dalil sama sekali di dalam syariat yang menunjukkan keafsahannya(menjustifikasi
kebolehannya), dan itulah yang dimaksud “bid’ah”.
Sementara Al Hafidz Ibnu
Rojab dalam menjelaskan hadist ini
mengatakan,”Yang dimaksud bid’ah adalah segala hal yang diada-adakan yang tidak
ada dasar dalil sama sekali di dalam syariat yang menunjukkannya.Adapun perkara
yang ada dasar atau dalil dari syariat yang menunjukkannya maka bukan kategori
bid’ah menurut syara’ meski termasuk bid’ah menurut bahasa.
Al Hafidz Hajar berkata,” Maksud
sabda Rasulullah,” ”Kullu bid’atin dholalah” yaitu segala yang
diada-adakan yang tidak ada dalilnya sama sekali dari syariat baik dalam bentuk
khusus maupun dalam bentuk umum.
Dengan demikian jelaslah keumuman
hadist ini tidak bersifat universal –kulliyah tetapi kategori “Am - makhsus (lafadz ‘am yang ditakhsis) atau
‘am urida bihil Khusus (lafadz ‘am yang dimaksudkan khusus /maksud tertentu).
CONTOH PERSOALAN –PERSOALAN TERSEBUT
DALAM AL QUR’AN DAN HADIST.
Contoh-contoh kasus persoalan
sedemikian banyak kita dapati dalam Al Qur’an dan Hadist, antara lain :
1. Firman Allah swt. :
إِنَّكُمْ وَمَا
تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ
Artinya:“Sesungguhnys kamu dan apa yang kamu
sembah selain Allah , adalah umpan(bahan bakar nyala api) neraka Jahanam.” (QS. Al Anbiya’ : 98)
Isim maushul kategori shighot umum(ما ), namun tidak disanksikan bahwa Nabi Isa AS dan ibunya serta para malaikat juga dituhankan sebagai tuhan-tuhan selain Allah, meski demikian mereka tidak tergolong orang-orang yang menjadi bahan bakar nyala api neraka seperti yang termuat di dalam ayat tersebut.Maka jelaslah bahwa lafadz ‘am tersebut jenis “Al am urida bihi khusus” ( lafadz umum yang dimaksud khusus (bagian tertentu dari lafadz umum) itu.
2.
Firman Allah swt.
وَأَنْ لَيْسَ
لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى
Artinya :” Dan bahwasanya seorang manusia
tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”(QS. An Najm :39)
Padahal cukup dimaklumi, di sana
banyak dalil yang menegaskan bahwa seorang muslim bisa mengambil manfaat amal orang lain dari saudara sesama muslim
dan do’a para malaikat sebagaimana yang dikemukakan Syekh Ibnu Taimiyah .Ia
menuturkan lebih dari dua puluh tempat persoalan.Pertama shalat jenazah,sedekah
untuk orang yang mati kemudian doa kaum beriman. [6]
3. Firman Allah swt.
الَّذِينَ قَالَ
لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ
Artinya :”(Yaitu ) orang-orang (yang mentaati
Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang
mengatakan,”Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang
kamu.”(QS. Ali Imron :173).
Yang dimaksud lafadz “Nas” pertama adalah orang-orang yang
memberi kabar berita yang tidak diragukan jumlah mereka terbatas.Sedangkan
lafadz “Nas” yang kedua adalah Abu Sofyan dan orang-orang musyrik golongannya yang berperang melawan kaum muslimin di Uhud.
4. Firman Allah swt.
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا
عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ
Artinya :”Maka tatkala mereka
melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, kamipun membukakan
semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka.”(QS. Al An’am : 44).
Meski lafadz “kullu syain “ lafadz
‘am namun tak berarti pintu-pintu rahmat
juga terbuka buat mereka.
5. Firman Allah swt.
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
Artinya :”Dan bermusyawarahlah
dengan mereka dalam urusan itu.”(QS. Ali Imron :159)
Cukup dimaklumi bahwa Rasulullah tidak diperintah
bermusyawarah dengan mereka dalam
pembuatan ketentuan syariat dan
hukum (tasyri’ dan ahkam). Ibnu Umar RA
menafsiri ayat “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan “ yakni dalam
sebagian urusan.
6. Firman Allah swt.
لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى
Agar tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia
usahakan. (QS. Taha : 16)
Adapun
contoh kasus persoalan dari hadist seperti :
1. Sabda Nabi saw. :
لن يلج النار أحد صلى قبل طلوع الشمس وقبل غروبها
Tidak akan masuk neraka orang yang
menjalankan shalat (shalat subuh) sebelum terbitnya matahari dan sebelum
terbenamnya (shalat asyar).
Lafadz hadist ini menggunakan
shighot Umum namun tentu tidak menunjukkan keumumannya.Orang yang
shalat di dua waktu tersebut dan
meninggalkan shalat fardlu selebihnya tidak masuk dalam keumuman hadist tersebut .Lafadz umum
hadist ini kategori al ‘am urida bihi khusus (umum yang dimaksudkan khusus
(makna khusus) atau kategori al am al Mahshush bin nusyush. (lafadz yang yang ditahsiskan
maknanya dengan dalil-dalil nasy).
2. Sabda Rasulullah :
الحبة السوداء شفاء
من كل داء إلا السام
"Dalam habbatus sauda' (jinten hitam) terdapat obat dari
segala penyakit kecuali kematian." (HR. Bukhori )
Para pensyarah hadist
bersepakat bahwa hadist tersebut tidak menunjukkan keumumannya meskipun hadist tersebut memuat kulliyatul
(universal) kull (shighot umum).
Demikian
pula hadist “ Kullu bid’atin dholalah” ini keberadaannya ditakhis dengan hadist yang diriwayatkan
sayidatina ‘Aisyah ra dari Rasulullah
bersabda :
من احدث فى أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد )اخرجه البخارى)
Artinya :” Barang siapa
mengada-ngada dalam urusanku (agama) ini yang tidak termasuk darinya maka akan
ditolak.”(HR. Bukhori).
Ibnu Rojab berkata,”Hadist ini manthuqnya (makna tersuratnya) menunjukkan
bahwa setiap amal perbuatan yang tidak
sesuai dengan ketentuan aturan pembuat syariat (Rasulullah) maka amalan itu tertolak.Sedangkan
mafhum (makna tersiratnya) menunjukkan bahwa setiap amal yang sejalan dengan
ketentuannya maka amalan itu tidak ditolak.
Al Hafidz Ibnu Hajar
berkata,” Hadist ini kategori pokok-pokok dasar dan kaidah-kaidah agama
Islam. Makna hadist tersebut, barang siapa menciptakan kreasi dalam agama yang
tidak memiliki dalil dari dalil –dalinya maka tidak layak mendapatkan perhatian.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bagi kita bahwa setiap perkara yang
ditinggalkan Nabi atau tidak beliau lakukan tidak lantas berarti bahwa sesuatu
tersebut tidak boleh dilakukan.Karena adanya kaidah ushuliyah yang popular dikalangan ulama.” Sesuatu
ditinggalkan ( tidak dilakukan) tidak
menunjukkan haramnya sesuatu tersebut.” Kami maksudkan “ditinggalakan” yakni
sesuatu tersebut ditinggalkan
Rasulullah dan beliau tidak melakukannya atau ditinggalkan salafu sholeh
padahal tidak ada satu hadist ataupun atsar (ujaran para salaf) yang melarang
hal tersebut (yang ditinggalkan) yang menunjukkan keharamannya dan
kemakruhannya.
Ø JENIS PERKARA YANG DITINGGALKAN
Perkara yang ditinggalkan itu bermacam-macam, antara lain:
A.
Suatu
perkara ditinggalkan karena menjadi kebiasaan Nabi.
Seperti Rasulullah tidak memakan daging dhob
(biawak) dalam hadist sayidina Kholid, bahwa dia bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah masuk ke rumah Maimunah, lalu dihidangkan daging biawak panggang ,
ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hendak mengambil daging
tersebut sebagian wanita
berkata: "Beritahukanlah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
tentang makanan yang hendak beliau makan." Orang-orang pun berkata:
"Wahai Rasulullah, itu adalah daging biawak, " Lalu beliau menarik
tangannya urung mengambilnya, aku pun berkata: "Apakah daging itu haram wahai
Rasulullah?" beliau bersabda: "Tidak, karena daging tersebut tidak
ada pada kaumku, maka aku tidak menyukainya." Khalid berkata: "Lalu
aku meraih daging tersebut dan memakannya, sementara Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam melihatku.(HR. Bukhori).
Hadist ini menunjukkan dua hal :
1.
Sesuatu
yang Rasulullah tinggalkan ( urung tidak melakukannya) meski semula berhasrat
melakukan tidak berarti sesuatu itu diharamkan atau dilarang.
2.
Sesuatu
yang dianggap jijik, kotor ataupun
jengah bagi beliau lakukan tidak berarti hal tersebut diharamkan atau dilarang.
B.
Suatu
yang ditinggalkan Rasulullah atau tidak beliau lakukan karena lupa
.
Contoh
suatu kali Rasulullah shalat lalu ia meninggalkan sebagian rukun dari shalat. Setelah salam, beliau pun ditanya: "Wahai Rasulullah,
telah terjadi sesuatu dalam shalat!" Beliau bersabda ,”…….Akan tetapi aku
ini hanyalah manusia seperti kalian yang bisa lupa sebagaimana kalian juga bisa
lupa, maka jika aku terlupa ingatkanlah. “(HR. Bukhori).
C. Suatu perkara ditinggalkan oleh
beliau karena khawatir hal tersebut berstatus menjadi perkara yang difardlukan.Seperti
shalat tarawih.
D. Suatu perkara ditinggalkan dan
tidak dilakukan Rosulullah karena perkara tersebut tidak terpikirkan dan tidak
terdetik di hati beliau. (di luar persoalan agama) . Contoh pengadaan dan pembuatan mimbar beliau sendiri.
E. Suatu perkara ditinggalkan
nabi lantaran sudah termuat dalam keumuman
ayat –ayat Al Qur’an dan hadist-hadist beliau yang lain. Seperti
sejumlah amal perbuatan kebajikan yang dianjurakan (sunnah) lantaran sudah
termasuk dalam keumuman firman Allah :
وافعلوا الخير لعلكم
تفلحون
Artinya : Lakukanlah kebajian semoga kamu mendapat keberuntunan.” (QS. Al Hajj :77)
Dan lain sebagiannya.
F. Suatu perkara ditinggalkan beliau
karena khawatir berubahnya hati para sahabat.
Contoh Rasulullah saw. Bersabda :"Kalaulah bukan karena kaummu yang baru saja keluar dari
masa jahiliyyah niscaya kuperintahkan
mereka, membangun kembali Ka’bah (mengembalikan bangunan ka’bah ke tepat
pondasi semula yang dibangun Nabi Ibrahim, lantaran kaum Quraish membangun ka’bah karena banjir
bergeser dari pondasi tersebut.Pent.) dan memasukkan tempat yang dikeluarkan dari bagian ka’bah kembali ke bagian ka’bah dan menempatkan posisi semula (di masa
nabi Ibrahim) Dan aku akan buat baittullah
itu dua pintu ; timur dan barat hingga bisa mencapai pondasi Ibrahim AS.
Suatu perkara ditinggalkan (oleh
Nabi) yang semata-mata ditinggalkan , bila tidak diiringi nasy yang menunjukkan
bahwa perbuatan beliau meninggalkanya itu mengisyaratkan hal itu dilarang maka
tidak menjadi hujjah atas larangan hal tersebut.Sebaliknya hanya yang tujuan
suatu itu ditinggalkan mengindikasikan
bahwa meninggalkan perbuatan tersebut
disyariatkan.
KAIDAH
USHUL DAN DALIL-DALINYA :
I.
Indikator pengharaman itu
ada tiga :
a. Bentuk lafadz larangan (fiil
nahyi) seperti :
ولا
تقربوا الزنا ( الاسراء : 32)
Artinya :” Dan janganlah
kamu mendekati zina (QS. Al Isra’ :32)
ولا
تأكلوا اموالكم بينكم بالباطل (البقرة : )
Artinya
:”Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan
jalan yang bathil.”(QS. Al Baqoroh :188)
b. Dengan
kata-kata tahrim (pengharaman ) secara langsung. Seperti
حرمت
عليكم الميتة( المائدة : 3)
Artinya :”Diharamkan kamu (memakan) bangkai.(QS.Al Maidah :3)
c. Perbuatan
itu dicela dan diancam dengan adzab .
Seperti sabda Rasulullah :
من غشانا فليس منا ( أخرجه مسلم )
Artinya : “Barangsiapa menipu kami maka tidak
tergolong dari kami.” (HR. Muslim)
Tindakan syari ( Rasulullah selaku
legislator/pembuat aturan syariat ) meninggalkan atau
tidak dilakukan sesuatu olehnya, tidak masuk dari salah satu tiga
tersebut, maka dengan demikian tidak menunjukkan diharamkan suatu hal tersebut
(yang ditinggalkan).
II.
Firman Allah swt. :
ما اتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا (سورة الخشر :7)
Artinya :” Apa yang diberika Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah.” (QS. Al Hasyr ;7).
III.
Sabda Rasulullah :
ما امرتكم به فأتوا منه ما استطعتم وما نهيتكم عنه فاجتنبوه
(اخرجه البخارى )
Artinya :” Apa yang aku
perintahkan maka lakukanlah semampumu dan apa yang aku larang maka jauhilah.
(HR. Bukhori).
IV.
Para
Ulama Ushul Fiqih mendefinisikan “Sunnah
‘ sebagai sabda, perbuatan dan taqriri
(persetujuan ) Rasulullah . Mereka tidak mengatakan … dan apa yang ditinggalkan
Nabi karena hal sedemikian bukan dalil (hujjah hukum ).
V.
Telah
dijelaskan gamblang sebelumnya bahwa tindakan “meninggalkan “ mengandung
beberapa asumsi kemungkinan dan tidak
mengindikasikan hal tersebut diharamkan.Dalam sedemikian ada
adagium kaidah ushuliyah :
ما دخله الاحتمال سقط عنه الاستدلال
“Suatu yang mengandung kemungkinan (berbagai
kemungkinan ) tidak bisa dikonstitusikan sebagai dalil hukum atau hujjah .”
VI.
“Tindakan meninggalkan “ merupakan asal (dasarnya) . Karena ia berarti
tidak melakukan suatu perbuatan. Tidak adanya (tindakan melakukan suatu
perbuatan) merupakan asal (pangkalnya) sementara “melakukan” hal yang bersifat “eksidentiil” ( kejadian
yang baru). Asal - dalam hal ini- tidak menunjukkan sesuatu apapun baik secara lughowi maupu syar’i.Maka
konklosi akhirnya bahwa “tindakan
meninggalkan atau tidak melakukan” tidak memberi indikasi makna “ pengharaman.”[7]
Realitas yang cukup dimaklumi
bahwa nabi saw. tidak melakukan kesemua hal mandubat-mubahat (persoalan-persoalan
baik yang semestinya dilakukan lagi dianjurkan) dan dimubahkan)
-yang tak tersisa ia tinggalkan-. Karena
jumlah hal yang dikategorikan
sebagai “mandubat-mubahat” itu banyak
tak terhitung ,yang tidak seorang manusia mampu meliputi kesemuanya (dan
melakukan kesemuanya). Dan karena Rasulullah lebih aktif sibuk persoalan yang lebih
urgent /penting seperti menyampaikan da’wah,
memerangi orang-orang musyrik ,beradu-agumentasi dan berdialog dengan para ahli kitab dan orang-orang kafir
dan persoalan penting lain guna mendirikan “daulah Islamiyah”, yang kesemuanya
banyak menyita sebagian besar waktu beliau.
Bahkan ia pernah kedapatan
meninggalkan sebagian perkata “mandubat /sunnah” dengan sengaja ia lakukan
karena khawatir hal itu akan difardlukan atas umatnya atau memberatkan mereka,
bila sekiranya beliau melakukan.Sayidatina ‘Aisyah mengekspos persoalan
tersebut kepada kita.Ia berkata :”Bahwa Rasulullah tidak jarang meninggalkan
suatu amalan, padahal amalan itu suatu amalan yang paling ia sukai. Karena
beliau kawatir hal itu menjadi sunnah (kebiasaan rutin) manusia lalu diwajibkan
atas mereka.Beliau suka memberi
keringanan atas mereka.(tidak memberatkan mereka).[8]
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dari sisiku
dengan nampak penuh suka cita, kemudian kembali kepadaku dalam kondisi sedih.
Beliau bersabda: “Aku masuk ke dalam baitullah (Ka'bah), dan aku berkeinginan
sekali untuk tidak melakukannya, aku khawatir jika aku membuat melelahkan
(memberatkan ) umatku setelah kepergianku.”
Sementara dalam riwayat lain, sekiranya aku telah
mengetahui (mendapatkan
petunjuk) apa yang aku lakukan sekarang, maka aku tidak akan memasukinya, sebab
aku khawatir akan menyusahkan umatku.” "[9]
A’isyah juga berkata dalam mengisahkan shalatnya Rasulullah setelah shalat
Asyar,”Beliau tidak melakukan shalat itu
di masjid, kawatir akan memberatkan
umatnya, karena beliau menyukai suatu yang meringankan atas mereka.”
Pada bab “Yassiru wala tu’assiru” , dalam
kitab shohih Bukhori, Imam Bukhori berkomentari,” Rasulullah suka memberi
keringanan umat manusia dan memberi
kemudahan atas mereka.”
Pengertian sedemikian ini terdapat di banyak tempat /tema persoalan semisal pada bab bersiwak dan bab mengakhirkan shalat Isya’ hingga
sepertiga malam (pertama). Rasulullah bersabda,”Kalau sekiranya tidak
memberatkan atas umatku niscaya……………”
Sesungguhnya Rasulullah saw. sendiri bersabda ,
menjelaskan problematika sedemikian ini :
ما احل الله فى
كتابه فهو حلال ،وما حرم الله فهو حرام
وما سكت عنه فهو عفو ، فاقبلوا من
الله عافيته ، فإن الله لم يكن لينسى شيئا ثم تلا
" وما كان ربك نسيا”
Artinya : "Sesuatu yang
Allah halalkan di dalam kitab-Nya adalah halal dan sesuatu yang Dia haramkan
adalah haram, dan sesuatu yang didiamkan adalah dimaafkan. Maka terimalah dari
Allah sesuatu yang dimaafkan olehNya, karena Allah tidak akan
lupa, kemudian beliau membaca ayat ini, "Dan tidaklah Tuhanmu
lupa." (Qs. Maryam 19: 64))(HR. Daruquthni)
Beliau juga berkata,”Apabila aku
perintahkan kepada kamu sekalian suatu perkara maka lakukanlah semampu kalian dan apabila aku melarang kamu
sekalian sesuatu maka jauhilah .” Beliau tidak mengatakan “apabila aku tinggalkan sesuatu (tidak
melakukannya) maka jauhilah.”
Demikian bila salafusholih
(generasi pendahulu , yakni sahabat, tabi’in dan tabiit tabiin.) meninggalkan
sesuatu – yakni sesuatu tsb tidak mereka lakukan- tidak berarti sesuatu itu
dilarang. Imam Syafi’I berkata,”Setiap suatu perkara yang memiliki sandaran
(refensi acuan,spirit) dari syariat maka
bukan katagori “bid’ah” meski salafus sholih tidak melakukannya. Karena bisa
jadi mereka tidak melakukannya karena ada halangan /udzhur saat itu atau karena ada suatu persoalan yang
lebih utama dilakukan atau barangkali persoalan tersebut belum sampai kepada
mereka. (yakni kasus persoalan itu belum terjadi).
Dengan demikian jelaslah bahwa
setiap apa yang tidak dilakukan Rasulullah saw. tidak bisa dianggap keluar dari koridor
“sunnah” sebaliknya segala motivasi ucapan (saran) untuk melakukan kebajikan
dan dorongan pada keutamaan yang bersifat umum maupun khusus (spisifik) maka
juga termasuk prilaku “sunnah.”
Demikian pula berbagai persetujuan
Rasulullah saw. pada suatu kebaikan yang diada-adakan (kreatifikasi kebajikan)
yang tidak bertentangan dengan suatu yang disyariatkan juga kategori “Sunnah”
bahkan juga merupakan jalan Rasulullah saw dan sunnahnya yang beliau anjurkan untuk diikuti dan
dipengangi.
Dari sini banyak dari kalangan
sahabat melakukan berbagai hal menurut ijtihad mereka.Lantaran sunnah
Rasulullah dan jalannya menerima ibadah dan kebajikan yang sejalan dengan suatu yang disyariatkan dan tidak bertentangan.Ini adalah sunnah
beliau dan jalan beliau yang dijalani
oleh para kholifah-kholifah beliau (sepeninggalnya) dan kalangan para sahabat .
Dari situ para ulama
menyatakan suatu adagium ,”Sesungguhnya
hal baru yang diada-adakan (muhdatsat) mesti diacukan pada kaidah-kaidah
syariat dan nasy-nasynya.Bila syariat menilai hal tersebut “baik” (sejalan
spiritnya atau ada dalil umum yang menunjukkannya) maka hal tersebut suatu hal
“yang baik dan diterima” Dan apa yang dihukumi syariat bertentangan denganya
dan buruk maka perkara tersebut
ditolak dan itulah “bid’ah madzmumah “ .
Jenis pertama terkadang mereka menamainya dengan predikat” bid’ah hasanah”
Karena dari aspek bahasa dinilai ‘bid’ah” jika tidak
maka dalam realitiasnya bukan kategori
bid’ah syari’iyyah sebaliknya merupakan
“sunnah konklosif” (sunnah mustambatah)
sepanjang dalil-dalil syariat
menganggap amalan bisa diterima.”
Rasulullah saw. sendiri memberi
predikat sedemikian, saat beliau bersabda :
من سن فى الاسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها بعده
من غير أن ينقص من أجورهم شيئ ومن سن فى الاسلام سنة سيئة كا ن عليه
وزر ها ووزر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أورارهم شيئ (أخرجه مسلم )
Artinya :” Barang siapa dalam Islam membuat sunnah (mengada-ada
kebiasaan ) baik maka baginya pahalanya
dan pahala orang yang melakukkanya sepeninggalnya tanpa mengurangi pahala
mereka sedikitpun. Dan barang siapa yang mengada-ada
kebiasaan buruk maka ia akan memikul beban dosanya dan dosa orang-orang yang
melakukannya sepeninggalnya tanpa mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka. (HR. Muslim).
Hadist ini memuat makna yang mentakhsiskan sabda
Rasulullah saw.
كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلا لة
“ Artinya
:”Setiap hal baru yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”
Yang dimaksud dengan “ al
Muhdatsat” dalam hadist tersebut
adalah jenis mukhdatsat bathilah dan
jenis bid’ah madzmumah (tercela) .(bukan mukhdatsat yang termuat dalam hadist
sebelumnya yang diidentikan “sunnah hasanah”).
Kata "sanna
sunnatan atau istannaha “
berarti mengadakan atau
menciptakan sunnah (cara /kebiasaan yang baik)
dengan cara ijtihad dan istimbat dari kaidah-kaidah syariat atau dari keumuman nasy-nasynya.Dengan
demikian arti hadist tersebut,” Barang siapa yang menciptakan sunnah yang
baik yang saat mengadakannya bersandar pada dalil-dalil
syariat maka ia mendapat pahalanya dan
orang yang melakukannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka
sedikitpun.Dan barang siapa menciptakan sunnah (kebiasaan) yang buruk yang saat
mengada-ngadakannya didasarkan pada suatu yang diingkari syariat maka ia akan memikul beban dosa dan dosa-dosa
orang yang melakukannya sepeninggalnya. [10])
Kami
sebutkan di sini beberapa gambaran dan contoh perbuatan para sahabat di masa hidup nabi dan beberapa
perbuatan yang mereka lakukan yang mereka belum pernah melihat Rasulullah
melakukan atau menyabdakannya namun beliau sendiri menyetujuinya.
1. Diriwayatkan dari Abdurrohman bin
Abi Laily , ia berkata,”
كان الناس على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا جاء الرجل وقد فاته شيئ من
الصلاة أشار إليه الناس
فصلى ما فاته ثم دخل فى الصلاة
ثم جاء يوما معاذ بن جبل فأشاروا إليه
فدخل ولم ينتظر ما قالوا فلما
صلى النبى صلى الله عليه وسلم ذكروا له ذلك ، فقال لهم النبى "سن لكم
معاذ "
Artinya :”Dimasa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dulu
bila ada seseorang datang dan telah tertinggal sebagaian shalat, maka para
jama’ah shalat yang lain memberi isyarat kepadanya jumlah
rakaat yang tertinggal, setelah itu yang bersangkutan mulai mengganti rakaat
yang tertinggal, kemudian bergabung
bersama jamaah dalam shalat mereka. Setelah itu datanglah Mu'adz bin Jabal pada
suatu hari (menjadi makmum masbuq) ,maka orang-orang memberi isyarat kepadanya, namun ia langsung
bergabung dalam shalat mereka[11] tanpa menunggu apa yang mereka
katakan.Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam usai shalat, merekapun
memberitahukan apa yang dilakukan Mu’adz bin Jabal itu kepada beliau. Beliaupun
bersabda ;” Mu’adz telah membuat sunnah (kebiasaan baru dan baik ) untuk kalian
(HR. Tabrani ).
Dalam riwayat lain tentang Muadz bin Jabal tsb , Rasulullah saw
. bersabda :”Ia telah membuat sunnah untuk kalian,maka lakukalah sedemikian .”[12]
2. Diriwayatkan dari Ash bin Wail ra berkata,”Bakrun bin Wail datang ke Makkah
, kemudian Rasulullah saw. berkata kepada Abu Bakar ,” Datangi temui mereka
lalu tawarilah mereka masuk Islam .Lalu iapun mendatangi mereka menawari masuk Islam. Mereka berkata,”
Mereka berkata,” Tunggulah hingga tetua kami datang.Khollad berkata,orang
terpandang .Al Mutsannah bin Khorijah berkata,”Tatkala tetua mereka datang
kepada mereka, Abu Bakar bertanya,”
Siapa mereka itu ?”. “Mereka adalah Banu Dahl bin Syaiban “ jawab mereka. Lalu Abu Bakar menawari mereka masuk
Islam. Mereka berkata, “Sesungguhnya antara
kami dan orang-orang Persia lagi terjadi perang . Bila perang antara kami dan mereka telah usai dan berakhir, kami akan kembali memberi keputusan.” Lalu Abu
Bakar menimpali,” Apakah jika kalian
menang dan dapat mengalahkan mereka apa kalian mengikuti agama kami ?” Jawab
mereka ,”Kami tidak mensyaratkan itu padamu ,namun hanya jika perang usai antar
kami dan mereka kami akan kembali dan
mempertimbangkannya (akan memberi keputusan)
tentang tawaranmu itu ? Maka tatkala mereka berhadapan dengan prajurit
Persia pada hari perang dzi Qor. Tetua mereka berkata,” Siapa nama orang yang
mengajak kamu sekalian ke agama Allah
itu ?” jawab mereka ,” Muhammad” ia pun berujar,” Dia adalah symbol kemenangan
kalian.” Tak lama kemudian mereka pun mendapat kemenangan dan dapat mengalahkan
prajurit Persia. Ujar Rasulullah saw.,” Mereka memperoleh kemenangan karena
diriku.”
Hadist ini menyebutkan ternyata seorang diantara mereka ada yang
bertawasul dengan nama Rasulullah saw. Beliau menyetujui dan menguatkan
perkataan mereka dengan sabda beliau,” Karenaku mereka memperoleh kemenangan.”
Dan itu tulus dari keyakinan mereka yang penuh bahwa bila Rasulullah saw. atau
dia sendiri bila berdoa memohon kemenangan , maka Allah tidak akan sekali-kali
menghinakannya karena ia meminta hal
itu untuk menyebarkan agama Allah dan meninggikan kalimatnya.”
3. Diriwayatkan dari
Abu Hurairah ra. Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Bilal
radliyallahu 'anhu ketika shalat Fajar (Shubuh): "Wahai Bilal, ceritakan
kepadaku amal yang paling utama yang sudah kamu amalkan dalam Islam, sebab aku
mendengar di hadapanku suara sandalmu dalam surga." Bilal berkata:
"Tidak ada amal yang utama yang aku sudah amalkan kecuali bahwa jika aku
bersuci (berwudlu') pada suatu kesempatan malam ataupun siang melainkan aku
selalu shalat dengan wudlu' tersebut disamping shalat wajib."[13]
Dalam riwayat lain,Rasulullah
saw. bersabda kepada Bilal : "Hai Bilal, dengan apa kau
mendahuluiku ke Surga ?"
Maka Bilal berkata: "Wahai Rasulullah,
tidaklah aku mengumandangkan adzan
melainkan setelah itu aku menunaikan shalat (sunnah) dua raka'at, dan tidaklah
aku berhadats melainkan aku lekas bersuci karenanya, dan saya berpendapat bahwa
Allah menetapkan dua raka'at atasku." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda: "Dengan kedua amalan itulah (kiranya kamu memperoleh
derajat sedemikian surga)."[14]
Al Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Fakthul Bari berkata
(mengomentari hadist tersebut ),” Dapat difahami dari hadist tersebut bahwa bolehnya berijtihad menentukan waktu ibadah (sunnah tertentu ) secara rutin
(diluar amalan fardlu) karena Bilal
mendapatkan derajad sebagaima yang dituturkan hadist tersebut lewat istimbat /ijtihad dan Rasulullahpun membenarkannya.
4. Diriwayatkan dari Abu Sa’id al Khudry berkata,” Pada suatu hari Mu'awiyah keluar melewati
sebuah halaqah (majlis) di masjid. Kemudian ia bertanya: Apa gerangan yang
membuat kalian duduk membuat halaqah ini ?' Mereka menjawab: 'Kami duduk di
sini untuk berzikir kepada Allah Azza wa Jalla.' Mu'awiyah bertanya lagi: 'Demi
Allah, benarkah kalian duduk-duduk di sini hanya untuk itu?' Mereka menjawab:
'Demi Allah, kami duduk hanya untuk itu.' Kata Mu'awiyah selanjutnya: 'Sungguh saya tidak
menyuruh kalian bersumpah karena mencurigai kalian. Karena tidak ada orang yang
menerima hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang lebih
sedikit daripada saya.' Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah melewati halaqah para sahabatnya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bertanya: 'Majelis apa ini?' Mereka menjawab: 'Kami duduk untuk berzikir
kepada Allah dan memuji-Nya atas hidayah-Nya berupa Islam dan anugerah-Nya
kepada kami.' Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya lagi: 'Demi
Allah, apakah kalian duduk di sini hanya untuk ini?' Mereka menjawab: 'Demi
Allah, kami duduk-duduk di sini hanya untuk ini.' Kata Rasulullah selanjutnya:
'Sungguh aku menyuruh kalian bersumpah bukan karena mencurigai kalian. Tetapi
karena aku pernah didatangi Jibril alaihis salam. Kemudian ia memberitahukan
kepadaku bahwasanya Allah Azza wa Jalla membanggakan kalian di hadapan para
malaikat.'[15]
5. Diriwayatkan dari Sayidina Abu Hurairah ra. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
keluar, dan beliau melihat orang-orang tengah mengerjakan shalat di pojok-pojok
masjid, beliau bersabda: "Apa yang sedang di perbuat oleh mereka?"
maka di jawab: "Mereka orang-orang yang tidak hafal Al Qur'an, dan Ubay bin Ka'b sedang mengerjakan
shalat maka mereka shalat mengikuti shalatnya." Maka Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: "Mereka benar atau beliau mengatakan,” Alangkah
baiknya amal perbuatan mereka."(Hadist riwayat Ibnu Atsir )
6. Diriwayatkan dari Sayidina Kholid bin Walid ra . berkata,”
Kami pernah melakukan umrah bersama
Rasulullah dalam suatu umrah yang beliau lakukan.Beliau mencukur rambutnya ,
lalu orang-orang berebut untuk mendapatkan rambutnya .Aku merebutkan helai
rambut dari ubun-ubun beliau dan
akhirnya mendapatkannya.Lalu aku ambil peci dan ku taruhkan helai rambut itu di
bagian depan peci .Maka mulai saat itu tidak lah aku bawa ke tempat dimana berada melainkan aku mendapat
kemenangan.
7. Diriwayatkan
dari Sayidina Anas ia berkata: "Aku melihat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang sedang di cukur tukang cukur
untuk menggundul rambut beliau, sedang para sahabat mengelilingi beliau, mereka
tidak ingin rambut beliau jatuh kecuali dalam genggaman tangan salah seorang
dari mereka."(HR. Muslim).
8. Diriwayatakan dari Sayidina Anas bin
Malik dia berkata:
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkunjung ke rumah Ummu
Sulaim. Lalu beliau tidur di atas tempat tidur Ummu Sulaim, ketika ia sedang tidak berada di rumah. Anas berkata:
'Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam datang ke rumah kami
dan tidur di atas tempat tidur Ummu Sulaim. Kemudian Ummu Sulaim disuruh pulang
dan diberitahu bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shallallahu 'alaihi
wa sallam sedang tidur di atas tempat tidurnya. Anas berkata: 'Ketika Ummu
Sulaim tiba di rumah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah berkeringat, dan
keringat beliau tergenang di tikar kulit di atas tempat tidur.' Maka Ummu
Sulaim segera membuka tasnya dan segera menyeka keringat Rasulullah dengan sapu
tangan dan memerasnya ke dalam botol-botol yang ia miliki. Tiba-tiba Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam terbangun dan terkejut seraya berkata: 'Apa yang
kamu lakukan hai Ummu Sulaim? Ummu Sulaim menjawab: 'Ya Rasulullah, kami
mengharapkan keberkahan keringat engkau untuk anak-anak kami. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kamu benar hai Ummu Sulaim.”
9. Diriwayatkan dari Yazid bin Aswad dalam hadist haji
Wada’ ia berkata,” Tatakala Rasulullah
usai melakukan shalat subuh beliau memalingkan muka atau duduk menghadap
jama'ah. Lalu Yazid bin Aswad menuturkan kisah dua orang yang belum
shalat.Lanjutnya,” "Kemudian
orang-orang mengerumuni Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan saya turut
ikut bersama mereka. ketika itu saya adalah orang yang paling muda dan paling
perkasa di antara mereka" Yazid berkata: "Saya terus berebut dan
berdesak-desakan dengan manusia hingga saya sampai di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, lalu saya meraih tangan beliau dan saya letakkan tangannya di atas
wajahku, atau di atas dadaku." Yazid melanjutkan ceritanya, "Sungguh,
saya belum pernah mendapati sesuatu yang lebih harum, dan tidak pula lebih sejuk
daripada tangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Waktu itu beliau
berada di masjid Al Khaif."
Dalam riwayat lain dengan
redaksi ,” ." Kemudian orang-orang berebut memegang tangan beliau dan
mengusapkannya ke wajah mereka." (HR. Imam Ahmad)
10.
Diriwayatkan
dari Sayidina Abu
Juhaifah dia berkata: saya menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam ketika beliau tengah berada di tenda besar yang terbuat dari kulit, dan
saya melihat Bilal tengah mengambilkan tempat air wudlu Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam sementara
orang-orang berebut untuk mendapatkan bekas wudlu beliau, dan siapa yang
mendapatkannya maka ia akan membasuhkannya namun bagi yang tidak
mendapatkannya, maka ia mengambil dari sisa air yang menetes dari temannya."(HR. Bukhori)
Dalam riwayat lain dengan redaksi "Aku melihat Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam di Bathha, lalu Bilal datang
mengeluarkan air sisa wudlu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
maka orang-orang berebutan dan aku mendapatkannya sedikit.”(HR. An Nasa’i)
11.
Diriwayatkan
dari Sayidina
Anas bin Malik dia berkata: “Apabila Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
selesai melaksanakan shalat Shubuh, maka para pelayan Madinah melayani beliau
dengan membawa bejana berisi air. Beliau mencelupkan jari tangannya ke dalam
setiap bejana yang disodorkan kepada beliau. Terkadang para pelayan tersebut
mendatangi beliau di pagi yang amat dingin, tetapi beliau tetap sudi
mencelupkan tangan beliau ke dalam bejana yang berisi air tersebut."(HR. Muslim).
12. Diriwayatkan dari Ummi Tsabit Kabsyah binti tsabit , saudara perempuan Hisan bin Tsabit
ra. berkata: "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pernah masuk ke rumahku dan minum dari mulut
bejana yang tergantung sambil berdiri lalu aku mengambilnya dan memotong mulut
bejana tersebut." (HR. Tirmidzi).
13. Diriwayatkan dari Sayidina Ibnu Abbas berkata: aku mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
pada akhir malam, lalu aku shalat di belakang beliau, kemudian beliau meraih
tanganku hingga menempatkanku sejajar dengan beliau. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kembali
pada shalatnya, aku mundur, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
melanjutkan shalatnya. Selesai shalat beliau bertanya kepadaku: "Aku telah
menempatkanmu sejajar denganku, namun mengapa engkau mundur? Aku menjawab:
Wahai Rasulullah, apakah pantas bagi seseorang shalat sejajar dengan engkau,
padahal engkau adalah Rasulullah yang telah Allah anugerahkan kepadamu? Rupanya
Beliau kagum kepadaku karena ucapanku, lalu beliau berdoa untukku agar Allah
menambahkan ilmu dan pemahaman kepadaku.(HR. Imam Ahmad)
14. Diriwayatkan dari Sayidina
Abu Sa'id Al Khudri dia berkata: “Ada dua orang mengadakan perjalanan
jauh, lalu waktu shalat tiba sementara mereka tidak mempunyai air, maka
keduanya bertayamum dengan menggunakan tanah yang bersih dan keduanya shalat,
kemudian keduanya mendapatkan air dalam masa waktu shalat tersebut, maka salah
seorang dari keduanya mengulangi shalat dengan berwudlu dan yang lainnya tidak,
kemudian keduanya mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dan
mengisahkan perjalanan mereka, maka Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
bersabda kepada yang tidak mengulang shalat: "Kamu telah melaksanakan
sunnah dan shalat kamu sempurna (tidak perlu diulang)." Dan beliau
bersabda kepada yang berwudlu dan mengulangi shalat: "Kamu mendapatkan
pahala dua kali."(HR. Nasa’i)
15. Diriwayatkan
dari Sayidina
Ali radliyallahu
'anhu, dia berkata:”Abu Bakar radliyallahu 'anhu apabila membaca Al Qur'an dia
membacanya dengan melembutkan suaranya, Umar radliyallahu 'anhu membaca dengan
mengeraskan suaranya, sedangkan Ammar Radliyallahu 'anhu membaca Al Qur`an
dengan mengambil dari surat ini dan dari surat itu. Kemudian hal itu
disampaikan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau berkata kepada
Abu Bakar: "Kenapa kamu membaca dengan pelan? Dia menjawab: "Aku
memperdengarkan kepada Dzat yang bermunajat kepadaNya." Beliau bertanya
kepada Umar: "Kenapa kamu mengeraskan bacaanmu?" Dia menjawab: "Saya
ingin mengusir setan dan membangunkan orang yang mengantuk." Beliau juga
bertanya kepada Ammar: "Kenapa kamu mengambil dari surat ini dan dari
surat itu?" Dia menjawab: "Apakah anda mendengarku mencampuradukkan
sesuatu yang bukan darinya?" Beliau menjawab: "Tidak." Beliau
bersabda: "Semuanya baik."(HR. Imam Ahmad ).
16. Diriwayatkan dari
SayidinaAmr bin Al Ash, tatkala dikirim ke medan perang Dzatus Salasil, dia berkata,
"Aku pernah bermimpi basah pada malam yang dingin dan aku merasa khawatir
kalau mandi aku akan meninggal. Aku pun bertayamum, lalu shalat Subuh mengimami
teman-temanku. Tatkala kami datang menemui Rasulullah saw. mereka memberitahukan hal tersebut kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam. Nabi pun bertanya, ‘Wahai Amr, apakah kamu shalat
mengimami teman- temanmu dalam keadaan junub ?' Aku lalu memberitahu beliau
tentang alasan yang menghalangiku, sehingga tidak mandi. Aku berkata, ‘ Sesungguhnya
aku mendengar bahwa Allah berfirman, "Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” ( Q.S. An-Nisa : 29) .Nabi lalu tertawa
dan tidak mengucapkan sepatah kata pun.”
17. Dan kisah
Hubaib ia adalah orang pertama
yang mencontohkan sholat dua roka'at bagi setiap muslim yang akan dibunuh
sebagai wujud kesabaran.(HR.Imam Bukhori).
18. Diriwayatkan dari Sayidina 'Aisyah ra,
ia berkata: "Tatkala delegasi Habasyah datang menemui Rasulullah
saw.mereka bermain perang-perangan di masjid. Azzuhri berkata,”Dan Said bin
Musyyab telah mengkhabarkanku bahwa Abu Hurairah telah berkata,” Umar
masuk saat budak-budak Habsi itu
bermain-main di masjid lalu ia menghardiknya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam berkata: "Biarkanlah mereka wahai Umar , karena sesungguhnya mereka itu
adalah keturunan Arfidah.” (HR. Imam Bukhori ).
Dalam riwayat
lain dengan ada penambahan redaksi
,”Agar orang-orang Yahudi tahu bahwa
dalam agama kita terdapat kelonggaran (relaksasi).” (HR. Imam Ahmad ).
19. Diriwayatkan dari Sa'id bin Al
Musayyab dari Bilal bahwa ia mendatangi Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam untuk adzan shalat subuh, lalu dikatakan kepadanya:
"Beliau sedang tidur." Maka bilal pun berkata: "ASH SHALAATU
KHAIRUN MINAN NAUM. ASH SHALAATU KHAIRUN MINAN NAUM (Shalat itu lebih baik daripada
tidur. Shalat itu lebih baik daripada tidur)." Hingga lafadz itu
ditetapkan untuk dikumandangkan pada adzan subuh dan perkaranya menjadi tetap
seperti itu." (HR. Ibnu Majah dengan sanad yang
para rijal (para perawinya) tsiqoh (terpercaya ) semua)
Dalam riwayat lain , Lalu Rasulullah
bersabda :” Betapa bagusnya lafazdmu ini , masukkan lafazdmu ini dalam adzanmu.” (HR. Imam
Thabrani).
Dalam riwayat lain ,”
Bahwa ada seorang muadzin datang Umar
bin Khottob untuk adzan, namun mendapatinya lagi tidur.” Lalu ia berkata,” "ASH
SHALAATU KHAIRUN MINAN NAUM. ASH SHALAATU KHAIRUN MINAN NAUM (Shalat itu lebih baik daripada
tidur. Shalat itu lebih baik daripada tidur)." Umar pun kemudian
menyetujui lafadz itu untuk dikumandangkan pada adzan subuh ." (HR. Imam Malik dalam kitab Muwattho’)
20. Diriwayatkan dari Ibnu Umar dia berkata: " Seseorang datang
saat orang –orang sedang shalat . Saat ia tiba di shaf shalat tiba-tiba ia
mengucapkan “ALLAHU AKBAR KABIRAW WAL HAMDU LILLAHI KATSIIRAW WASUBHAANALLAAHI
BUKRATAN WA ASHIILAN” (Maha Besar Allah, dan segala puji bagi Allah, pujian
yang banyak, dan Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang)." Tatkala
selesai shalat, Rasulullah saw. bertanya: "Siapakah yang mengucapkan
kalimat tadi?" Orang itu menjawab:
"Saya wahai Rasulullah. “Demi Allah saya ucapkan hanya untuk bermaksud baik " Beliau bersabda:
"Sungguh aku melihat pintu-pintu langit dibuka karena kalimat itu."
Kata Ibnu Umar: "Maka aku tak pernah lagi meninggalkannya semenjak aku
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan hal itu."(HR. Muslim)
21. Diriwayatkan dari sayidina Jabir bin Abdullah ra, ia berkata,” Rasulullah saw. berniat mengawali ikhram lalu membaca talbiyyah seperti dalam
Ibnu Umar ra. ia berkata: “dan orang-orang menambahkan lafadz
talbiyyah dengan kata-kata, “Dzal
ma'arij, dan semisalnya.” Sedang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar
dan tidak mengatakan sesuatupun kepada mereka.
Sementara
riwayat Imam Muslim dengan redaksi,”Orang-orang
memulai dan berniat ihram haji dengan lafadz talbiyah mereka itu .
Rasulullah tidak menolak (melarang) sama sekali sementara beliau tetap bertalbiyah dengan talbiyahnya.” (HR. Muslim).
22. Diriwayatkan dari sayidina Rifa'ah bin Rafi' ra. berkata:” Pada suatu hari
kami shalat di belakang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika mengangkat
kepalanya dari rukuk beliau mengucapkan: 'SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH' (Allah
mendengar punjian orang yang memuji-Nya). Kemudian ada seorang laki-laki yang
berada di belakang beliau
membaca: 'RABBANAA WA LAKAL HAMDU HAMDAN KATSIIRAN THAYYIBAN
MUBAARAKAN FIIHI' (Wahai Tuhan kami, bagi-Mu
segala pujian, aku memuji-Mu dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh
berkah). Selesai shalat beliau bertanya: "Siapa orang yang
membaca kalimat tadi?" Orang itu menjawab: "Saya." Beliau
bersabda: "Aku melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berebut siapa di
antara mereka yang lebih dahulu untuk menuliskan kalimat tersebut."(HR. Imam Bukhori)
Al Hafidz Ibnu Hajar
dalam kitab Fathul Bary
berkata,”Hadist ini bisa dijadikan sebagai dalil bolehnya membuat bacaan
(dzikir) di dalam shalat di luar bacaan
(dzikir ) yang matsur bila tidak bertentangan bacaan yang matsur dan boleh
mengeraskan bacaan (dzikir) selama tidak
mengganggu.”
23. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar , dia berkata: “Bahwa
pada suatu hari ketika telah masuk waktu shalat ada seorang lelaki mengucapkan:
“Al Hamdulillah mil’ussama”(segala
puji bagi Allah dengan seisi langit), ia juga mengucap
tasbih dan berdo'a. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bertanya:
"Siapa orang yang
mengucapkannya tadi?" Maka lelaki itu menjawab "Aku wahai
Rasulullah." Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam pun bersabda: "Sungguh
dengannya aku telah melihat para malaikat saling bertemu sebagian mereka dengan
sebagian yang lain."(HR. Imam Ahmad)
24. Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra., ia berkata: saya bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam
dalam suatu halaqah, tiba-tiba datang seorang laki-laki lalu mengucapkan salam
pada Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam dan juga untuk yang lain. Si (laki-laki)
berkata:” Assalamu’alikum .” (semoga keselamatan dan rahmat-Nya atas kalian), maka Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam menjawabnya, "Wa’alaikum salam
warahmatullahi wabarakatuhu.”(Semoga keselamatan dan rahmatNya tercurah atasnya dan
atas kalian.") Maka tatkala lelaki tersebut duduk,
mengucapkan,”Al Hamdulillah hamdan
katsiran thayyiban mubarakan fihi kama yajibu raobbuna wayardlo "Segala
puji bagi Allah, pujian yang banyak lagi baik dan berbarakah di dalamnya,
sebagaimana rob
kami suka dan ridlo". Lantas Nabi
Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda, "Demi yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh sepuluh
malaikat berebutan menulisnya, masing-masing bersemangat menulisnya dan tidak
tahu bagaimana harus menulisnya sampai mereka angkat ke Allah Yang Maha
Memiliki Kemuliaan." Maka (Allah) berkata: "Tulislah sebagaimana yang
dikatakan hambaKu."(HR. Imam Ahmad dengan
para perowi tsiqqot).
25. Diriwayatakan dari Rifa'ah
bin Rafi’ ra. ia berkata:
"Aku pernah shalat bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu
aku bersin dan mengucapkan, "Alhamdulilaahi Hamdan
Katsiran Thayyiban Mubarakan Fihi, Mubarakan 'Alaihi Kama Yuhibbu Rabbuna Wa Yardla (Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik,
diberkahi di dalamnya serta diberkahi di atasnya, sebagimana Rabb kami senang
dan ridla)." Maka ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selesai
shalat, beliau berpaling ke arah kami seraya bersabda: "Siapa yang
berbicara waktu shalat?" (beliau menanyakannya hingga tiga kali) lalu aku menjawab:"Saya yang mengucapkannya”.Maka
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda: "Demi Dzat yang jiwaku
ada dalam tangan-Nya, sungguh ada tiga puluh lebih malaikat saling berebut
untuk membawa naik kalimat tersebut." (HR.
Tirmidzi)
26. Diriwayatkan dari Sayidina
‘Ilafah bin Shuhari assulaithi attamimi ra., bahwa ia datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam (untuk masuk Islam), kemudian pulang kembali dari sisinya dan
melewati sebuah kaum yang pada mereka terdapat orang gila yang diikat dengan
sebuah besi. Keluarganya
berkata: "Telah sampai kabar kepada kami bahwa sahabat kalian ini datang
dengan membawa kebaikan, apakah kalian memiliki sesuatu yang dapat engkau
gunakan untuk menjampi-jampi (ruqyah)?" Lalu aku menjampinya menggunakan
Surat Al Fatihah sehingga orang itu pun sembuh. Kemudian mereka memberiku
seratus ekor kambing. Setelah itu aku datang kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dan mengabarkan hal tersebut. Beliau lalu bersabda:
"Demi Dzat yang memanjangkan umurku, ambillah! Sungguh, orang makan dengan
jampi batil sedangkan engkau makan dengan jampi haq (yang benar).” (HR. Ibnu
Hibban).
27. Diriwayatkan dari sayidina Abu Sa'id al Khudzri ra.bahwa beberapa orang dari sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pergi dalam suatu perjalanan, ketika mereka singgah di suatu perkampungan dari perkampungan Arab, mereka meminta supaya diberi jamuan, namun penduduk perkampungan itu enggan untuk menjamu mereka, ternyata salah seorang dari tokoh mereka tersengat binatang berbisa, mereka sudah berusaha menerapinya namun tidak juga memberi manfa'at sama sekali, maka sebagian mereka mengatakan: "Sekiranya kalian mendatangi sekelompok laki-laki (sahabat Nabi) yang singgah di tempat kalian, semoga saja salah seorang dari mereka ada yang memiliki sesuatu, lantas mereka mendatangi para sahabat Nabi sambil berkata: "Wahai orang-orang, sesungguhnya pemimpin kami tersengat binatang berbisa, dan kami telah berusaha menerapinya dengan segala sesuatu namun tidak juga membuahkan hasil, apakah salah seorang dari kalian memiliki sesuatu (sebagai obat)?" Salah seorang sahabat Nabi menjawab: "Ya, demi Allah aku akan meruqyahnya (menjampinya), akan tetapi demi Allah, sungguh kami tadi meminta kalian supaya menjamu kami, namun kalian enggan menjamu kami, dan aku tidak akan meruqyah (menjampinya) sehingga kalian memberikan imbalan kepada kami." Lantas penduduk kampung itu berakad damai dengan mereka atas rukyah tersebut dengan menyediakan beberapa ekor kambing, lalu salah satu sahabat Nabi itu pergi dan membaca al hamdulillahi rabbil 'alamin (al fatihah) dan meludahkan kepadanya hingga seakan-akan pemimpin mereka terlepas dari tali yang membelenggunya dan terbebas dari penyakit yang dapat membinasakannya. Abu Sa'id berkata: "Lantas penduduk kampung tersebut memberikan imbalan yang telah mereka persiapkan kepada sahabat Nabi, dan sahabat Nabi yang lain pun berkata: "Bagilah." Namun sahabat yang meruqyah berkata: "Jangan dulu sebelum kita menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberitahukan apa yang terjadi dan kita akan melihat apa yang beliau perintahkan kepada kita." Setelah itu mereka menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan memberitahukannya kepada beliau, beliau bersabda: "Apakah kamu tidak tahu bahwa itu adalah ruqyah? Dan kalian telah mendapatkan imbalan darinya, maka bagilah dan berilah bagian untukku
."( HR. Imam Bukhori).28. Diriwayatkan dari Sayidina Ibnu Anas ra. Bahwa ia pernah membacakan di telinga orang yang
mengidap penyakit kronis . Seketika itu ia sadar. Lalu Rasulullah saw. bertanya,”Apa yang engkau baca tadi ?”
ia menjawab : “ Afahasibtum annama
kholaqnakum ‘abatsan.” , hingga akhir surat.” Beliau menimpali,” Kalau
seseorang mukmin membacanya pada gunung
, gunung itu dapat hancur berkeping-keping.”
29. Diriwayatkan dari Sayidina Anas ra. ia berkata,” Bahwa nabi pernah meliwati
dekat seorang Badui Arab, sedang berdo’a
dalam shalatnya,” Ya man la tarahul
‘uyunu wala tukholithuhu dhununu wala yashifuhul washifuun wala tughoyyiruhul
hawaditsu wala yahsyad dawaira
waya’lmu mastaqiila jibali
makayilal bihari, wa’adada qothril amthori wa’dada ma adzlama ‘ala’il
lailu wa asyraqa ‘alaihin nahara wala
tawaraa minu sama’un sama’an wala ardlu ardlon
wala bahrun illa ya’lamu ma fiqo’rihi
wala jabalun illa ya’lamu ma fi wa’rihi
ij’al khoiro ‘umri akhirohu
wakhoiro amali khowatimahu wakhoiro
ayyahmi yauma alqooka fiihi “ (artinya;” Wahai dzat yang tidak dapat terlihat oleh mata, dzat yang
tidak diragukan keberadaannya, dzat yang dapat tidak mungkin bisa dibayangkan orang yang membayangkan-Nya, dzat
tidak khawatir kebinasaan , dzat yang
mengetahui beratnya (massa) gunung dan takaran volume lautan , jumlah tetesan
hujan yang turun, jumlah dedaunan pepohonan, perhitungan jumlah gulirnya gelap
malam dan gulirnya terangnya siang, tak tersembunyi darinya langit dengan lapisan-lapisan langit yang menutupiya dan bumi dengan lapisan-lapisan
bumi yang menutupinya, dan lautan
melainkan Ia mengetahui apa yang ada pada dasarnya dan tidak pula gunung
gemunung melainkan mengetahui apa yang terdapat pada relif curamnya, Ya Allah
jadikanlah sebaik-baik usiaku terakhir kalinya dan sebaik-baik amalku di akhir-akhir usiaku dan sebaik-baik
hari-hari kehidupanku hari perjumpaanku denganmu.) Kontan Rasulullah mengutus seseorang menemui Badui Arab tersebut. Sabda beliau,” Jika ia
telah selesai shalat bawalah ia datang kepadaku.Kala itu Rasulullah mendapat hadiah emas ,logam
berharga.Tatkala badui arab itu datang
menemui beliau, ia memberikan emas itu padanya.Seraya beliau bertanya,”
Dari kabilah mana kamu wahai a’rabi ?”
Dari bani ‘Amir bin sho’sho’ah wahai Rasulullah “ Tahukah kau wahai ‘arabi kenapa aku memberimu emas ini ?” Tanya beliau lagi.
” Untuk menjalin tali persaudaraan antara tuan dan aku.”Jawabnya.” Sabda
Rasulullah menimpalinya,” Sesungguhnya menjalin tali persaudaraan itu sudah
semestinya (hak), akan tetapi aku menghadiahkan emas itu padamu karena
(apresiasi/penghargaanku kepadamu atas)
sanjungan dan pujianmu yang indah kepada Allah swt. ( HR. Thobroni).
30.Diriwayatkan dari Anas bin Malik berkata:
Ketika saya duduk bersama Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dalam sebuah
halaqah (perkumpulan orang) ,tiba-tiba ada seorang laki-laki yang berdiri
shalat, maka tatkala ia rukuk dan sujud lalu bertasyahhud ia berkata dalam
doanya, "Ya Allah sesungguhnya aku memohon dengan pengkauan bahwasanya
segala pujian hanyalah bagi-MU, tiada Ilah (sesembahan) kecuali Engkau ,
Pencipta langit dan bumi, wahai yang memiliki ketinggian dan kemuliaan Wahai
Yang Maha Hidup, wahai Yang
Maha Kekal Abadi". Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya ia telah berdoa kepada Allah dengan “Ismullah al ‘adzam” (Nama
Allah Yang Maha Agung), yang jika ia
berdoa dengannya maka Allah akan mengabulkannya dan jika ia memintaNya maka ia
akan diberi."(HR. Imam Hakim).
31.Diriwayatkan dari Sayidah 'Aisyah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mengutus seorang laki-laki dalam sebuah eskpedisi militer, lantas laki-laki tersebut membaca untuk sahabatnya dalam shalatnya dengan QULHUWALLAHU AHAD
(Surat al Ikhlash) dan menutupnya juga dengan surat itu. Dikala mereka pulang, mereka menceritakan hal ini kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lantas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Tolong tanyailah dia, mengapa dia berbuat sedemikian? ' Mereka pun menanyainya, dan sahabat tadi menjawab, 'Sebab surat itu adalah menggambarkan sifat Arrahman, dan aku sedemikian menyukai membacanya.' Spontan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Beritahukanlah kepadanya bahwa Allah menyukainya."( HR. Imam Bukhori).·
SELAYANG PANDANG PERMASALAHAN BARU INISIATIF PARA SAHABAT RA. SETELAH MASA KENABIAN (SEPENINGGAL NABI)
Berikut persoalan-persolan baru inisiatif para
sahabat sepeninggal nabi;
1.
Imam
al Bazzar mengeluarkan hadist dengan
sanadnya,” Kami pernah keluar bersama Amirul Mukminin, Ali bin Abi Tholib ra.
di hari raya Id . Lalu beberapa orang dari sahabat bertanya kepadanya tentang
shalat yang dilakukan sebelum dan setelah shalat Id. Ia tidak menjawabnya sama
sekali. Kemudian datanglah pula menemuinya
beberapa orang lagi menanyakan hal serupa . Ia tidak pula memberi
jawaban sama sekali.Baru setelah kami tiba tempat shalat. Ia bersama jama’ah
menjalankan shalat id. Selanjutnya ia
membaca takbir tujuh kali seraya berkhutbah, kemudian ia turun dari mimbar,
kemudian naik kembali. Para sahabat bertanya,” Wahai Amirul mukminin itu
orang-orang sama –sama melakukan shalat !” Ali bin Abu Tholib menimpali, Apa
menurut kalian barangkali yang bisa aku lakukan.? Kalian bertanyaku tentang
“sunnah” . Sesungguhnya Nabi belum pernah melakukan shalat baik sebelum shalat
Id dan setelahnya?” Oleh karena itu siapa yang ingin shalat silahkan dan tidak
silahkan. Apa kalian kira aku melarang mereka yang shalat itu sehingga aku kategori
orang “man mana’a idza sholla” (orang yang melarang orang lain jika ia hendak shalat.)
2. Aku keluar bersama 'Umar bin Al Khaththab radliyallahu 'anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma'mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka 'Umar berkata: "Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama'ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik." Kemudian 'Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama'ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka'ab. Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama'ah dengan dipimpin seorang imam, lalu 'Umar berkata: "Sebaik-baiknya bid'ah adalah ini." Dan mereka yang tidur terlebih dahulu adalah lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia maksudkan untuk mendirikan shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam. (HR. Imam Bukhori )
Ibnu Atsir dalam kitab Nihayah saat menuturkan perihal bid’ah hasanah berkata,”Diantara jenis bid’ah sedemikian adalah apa yang diucapkan Umar bin Khottob ra.
"Sebaik-baik bid'ah adalah ini." Tatkala ibadah (mengumpulkan orang-orang dengan satu imam /shalat teraweh dengan satu imam) kategori amalan –amalan perbuatan baik yang layak dipuji kontan Umar bin Khottob menamainya “bid’ah dan memujinya. Mengingat Rasulullah tidak mensunnahkannya (memerintah menjalankannya secara rutin hingga ke derajat fardlu pent.) kepada mereka , tetapi beliau melakukannya beberapa malam lalu beliau meninggalkannya tidak memeliharanya (melakukannya secara rutin) dan tidak pula mengumpulkan orang menjalankan shalat tersebut (berajama’ah) demikian pula hal sedemikian tidak dilakukan di masa Abu Bakar.Namun hanya Umar bin Khottob ra dia sendiri yang mengumpulan orang-orang (menjalankan shalat tersebut secara berjama’ah) dan menganjurkannya, maka iapun menamainya, ” bid’ah” yang pada hakekatnya adalah “Sunnah” di dasarkan sabda Rasulullah saw. “ Hendaknya kalian berpegang teguh pada sunnahku dan sunnat para kholifahku rasyidin yang mendapatkan petunjuk.” [16] dan sabda beliau :” Ikutilah (bersuritauladanlah ) dua orang ini sepeninggalku ; Abu Bakar dan Umar bin Khottob”Atas pena’wilan sedemikian maka hadist lain (yang kedua) “Kullu
bid’atin dzolalah” (Setiap bid’ah adalah sesat ) yang Rasulullah maksudkan hanya
yang bid’ah yang bertentangan dasar-dasar syariat dan yang tidak sejalan dengan
sunnah.
Dalam kitab sunan Al
Baehaqi diriwayatkan dari As Saib bin Yazid ra dengan sanad shohih berkata,”Para sahabat menjalankan shalat
(qiyamul Ramadlan/taraweh) di masa Umar bin Khottob dua puluh rekaat dan dimasa Utsman bin Affan mereka sangat
teguh memeganginya kuat-kuat.”
3. Imam Thobrani mengeluarkan
hadist dari Ibnu Mas’ud bahwa ia membaca dalam tasyahudya setelah lafadz “Assalamu’ala Nabbiyyi
warahmatullahi wabarakatuhu”
“Assalamu’alaina min rabbina ‘ Ia menambahkan bacaan “tasyahud” yang ia
riwayatkan sendiri dari Nabi lafadz,
“min rabbina.”
4. Dari sumber valid
diriwayatkan bahwa Nabi dalam bepergian senantiasa mengqoshor shalat. Beliau
shalat Dzuhur,Asyar dan Isya’ dua rekaat
dua rekaat tidak ada satu riwayatpun
menyebutkan beliau menjalankan
shalat untuk shalat berjenis empat rekaat empat rekaat utuh dalam
bepergian.Meski demikian saat di Mina Ustman bin Affan melakukan shalat empat
rekaat.Ia pun diprotes Ibnu Mas’ud namun
kemudian ia pun ikut shalat bersama denganya empat rekaat. Dan ketika ia
ditanya . Jawabnya,” Aku tidak suka berselisih.”
5. Ibnu Abi Syaibah mengeluarkan dari sayidina Ali bin Abi
Tholib ra berkata,” Kenapa tidak ada seorang dari kalian bangkit melakukan shalat empat rekaat dan
membaca dalam shalatnya,:” tamma nuruka fahadaita
falakal hamdu ,’adzuma hilmuka fa’afauta
falakal hamdu wa basaththa barraka
fa’athoita falakal hamdu rabbana wajhuka ‘adhomul wujuh wijahuka
‘adzomul jahi wa’athiyatuka afdholu
athiyathin waahnaaha tutho’u rabbana
fatasykuru, watu’shsya fatughfira watujibal mudzarra watasyifa dzarra
watasyfiya saqima wataghfiraa adzamba watabala tauba wala yujzi’bi’alaika
ahadun wala yablugho madhaka qoul
qoilin.)’(artinya sempurna cahayamu
,engkau memberi petunjuk, maka selayaknyalah segala puji miliku semata, agung
sifat santunmu,engkau memberi ampun maka semenstinya segala puji miliku semata,
Engkau bentangkan daratan (ciptaanmu)
Engkau memberi maka semenstinya segala puji miliku semata,Wahai Tuhan
Kami, wajahmu seagung-agung wajah (keridlaanmu sebesar-besar keridlaan) dan jah (kedudukanmu) seagung-agung kedudukan, karuniamu
sebesar-besar karunia dan senikmat – nikmat karunia. Wahai Tuhan kami engkau
dzat di taati segenap makhluk maka
Engkau Dzat menerima syukur.Engkau didurhakai
namun Engkau pengampun, Engkau mengabulkan dua orang yang terhimpit , Engkau menghilangkan bahaya,Engkau
menyembuhkan yang sakit dan
mengampuni orang yang berdosa, Engkau
menerima taubat , tak ada seorangpun
yang bisa membalas (membandingi ) karunia kenikmatanmu dan tak ada seorangpun
ucapannya bisa mencapai derajat pujianmu.”
6. Dari As Sa'ib bin Yazid ra. berkata:"Adzan panggilan shalat
Jum'at pada mulanya dilakukan ketika imam sudah duduk di atas mimbar. Hal ini
dipraktekkan sejak zaman Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar dan
'Umar radliyallahu 'anhuma. Ketika masa 'Utsman radliyallahu 'anhu dan manusia sudah semakin banyak,
maka dia menambah adzan ketiga di Az Zaura'."Yaitu nama sebuah rumah
di pasar Madinah”
Adzan
ini disebut adzan ketiga dengan
pertimbangan adzan pertama dan iqomah dan disebut adzan kedua dengan tanpa
memperhitungkan iqomah.
7. Tindakan Abu Bakar ra. memerangi para pembangkang membayar
zakat dan menghalalkan menumpahkan darah mereka
agar mau mematuhinya, sehingga ia mengucapkan ucapannya yang terkenal,”Demi
Allah, kalaulah mereka mencegahku dari membayar unta yang pernah mereka
bayarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, niscaya kuperangi
karena mencegahnya." Dengan ucapan Umar bin Khottob ( yang bernada
memprotesnya) dan memintanya mengkaji ulang
namun kemudian ia mematuhi dan menyadari kebenaran tindakannya. Lantas Umar berkata: "….. Aku sadar bahwa
dia adalah benar." (HR. Imam Bukhori ).
8. Diriwayatkan dari Sayidina Ibnu Umar radliallahu 'anhuma, bahwa Talbiyah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah: "LABBAIKA
ALLAHUMMA LABBAIKA, LABBAIKA LAA SYARIIKA LAKA LABBAIKA INNAL HAMDA WAN NI'MATA
LAKA WAL MULKA LAA SYARIIKA LAKA (Kupatuhi
perintah-Mu ya Allah, kupatuhi Engkau. Kupatuhi Engkau, Kupatuhi Engkau, tiada
sekutu bagi-Mu. Kupatuhi Engkau, sesungguhnya segala pujian dan kenikmatan
adalah milik-Mu, begitu pula kekuasaan, tiada sekutu bagi-Mu)." Abdullah
bin Umar radliallahu 'anhuma menambahkan Talibiyah tersebut dengan bacaan: "LABBAIKA LABBAIKA WA SA'DAIKA WAL KHAIRU BIYADIKA LABBAIKA
WARRAGHBAA`U ILAIKA WAL'AMAL (Aku penuhi panggilan-Mu, ya
Allah untuk mencari ridla-Mu. Kebaikan ada dalam kekuasaan-Mu. Aku penuhi
panggilan-Mu, ya Allah, sebagai amal ibadah untuk mencari ridla-Mu)."HR. Imam Bukhori).
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. juga, “ Bahwa Umar bin
Khottob membaca tambahan ini dalam talbiyahnya.”
Umar bin
Khottob radliallahu 'anhu juga menambahkan dalam talbiyah :” LABBAIKA MARGUBUN ILAIKA
DZAL NA’MAK WAL FADZIL HASANI.”( Aku penuhi
panggilan-mu, harapan tertuju kepadaMu,wahai Dzat Pemilik segala kenikmatan dan karunia yang baik) .
Sementara orang-orang menambahkan menambahkan dalam talbiyah lafadz “ Dzal
Ma’arij”
Al Hafidz…. dalam kitab matholibil
‘aliyah menuturkan bahwa sayidina Anas ra. mengucapkan dalam
talbiyahnya “ Labbaika haqqon ta’abbudan wa
riqqon.”
9.
Benar
adanya bersumber dari nabi Muhammad saw. lewat hadist yang diriwayatkan Imam
Bukhori dan Imam Muslim dan para imam
Ahli hadist yang lain, bahwa beliau mengusap dua rukun yamani dari Ka’bah
musyarrafah tidak mengusap selain
keduanya. Dan valid dan shohih pula
sumbernya adanya riwayat yang meriwayatkan
dari sejumlah para sahabat, konon mereka mengusap empat rukun ka’bah .”
Diriwayatkan dari Abu Thufail , ia berkata,” Mu’awiyah dan Ibnu
Abas mendatangi Ka’bah.Lalu Ibnu Abbas
mengusap empat rukun Ka’bah
kesemuanya.Lantas Mu’awiyyah berkata,” Sesungguhnya (yang aku tahu) Rasulullah
saw. hanya mengusap dua rukun
Yamani ! Ibnu Abbas menimpali,” Tak
selayaknya satu bagianpun dari ka’bah yang mesti ditinggalkan.” (HR. Imam
Bukhori)
10.
Dikisahkan
Ibnu Mundzir dari Jabir , Anas dan Hasan
serta Husen radliyallahu ‘anhum. Bahwasanya Sayidina Umar bin Khottob pernah
datang menemui sayidina Abu Bakar ra.
mengajukan usulan , ia berkata,” Wahai Kholifatul Rasulullah aku melihat
kebanyakan kurban yang gugur (dalam
perang Yamamah) adalah kalangan para penghafal Al Qur’an, aku mengusulkan
sekiranya engkau membukukan Al
Qur’an dalam satu mushaf. Abu Bakar ra
menimpali, “ Bagaimana kita melakukan
sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh
Rasulullah saw. “ Kata Umar bin
Khottob ra.,” Demi Allah sungguh ini adalah ide
yang baik.” Ia tak henti-hentinya membujuknya sampai
kemudian menerima usulannya. Kemudian mereka bergegas menemui Zaid bin Tsabit ra. mengusulkan persoalan
tersebut. Iapun berkata,” Bagaimana kalian berdua melakukan sesuatu yang belum
pernah dilakukan Rasulullah.” Mereka
berdua berkata,” ” Demi Allah sungguh ini adalah ide
yang baik.” Mereka pun tak
henti-hentinya membujuknya hingga Allah
melapangkan dadanya (untuk menerima usulan tsb) sebagaimana telah melapangkan
hati Abu Bakar dan Umar bin Khottob ra .” (HR. Imam Bukhori)
Imam Syatiby menganggap dan menetapkan perbuatan sedemikian sebagai
suatu yang wajib . Ia enggan
menamainya dengan predikat
“Bid’ah” . Karena bid’ah, menurutnya,
suatu yang ditujukan atau dimaksudkan untuk menambah suatu ketetapan syari’ (pembuat
syariat, yakni Nabi) . Dan beliau maksudkan
ini adalah bid’ah sayyiah.
11.
Diriwayatkan
dari Abu Madinah Addaramy, ia tergolong salah seorang sahabat Nabi. Ia berkata,”Ada dua orang dari kalangan
sahabat Nabi apabila mereka bertemu maka mereka tak mau berpisah sebelum salah seorang diantara mereka membacakan pada
yang lain surat “Wal Asyry innal Insana
lafi Khusrin….” (HR. Imam Tabrany dalam kitab Jamiul Ausath).
Tatkala Zaid bin Tsabit telah selesai mengumpulkan dan
mengkodifikasikan Al Qur’an pada lembaran-lembaran dan dibukukan dalam satu
mushaf, ia serahkan kepada Abu Bakar
untuk disimpan. Dan ketika ia wafat
mushhaf pun beralih tersimpan di
rumah Umar. Kemudian saat Umar wafat
beralih tersimpan di rumah Hafsah.
Pada masa awal-awal masa pemerintahan kekholifahan Utsman bin
Affan radliyallahu ‘anhu telah terjadi perselisihan dalam bacaan Al Qur’an. Hudzaifah ra. berkata kepada Utsman ra. Wahai amirul Mukminin aku mendapati umat ini berselisih dalam
bacaan (aku usulkan untuk disatukan perbedaan bacaan Al qur’an tersebut dengan mushaf yang sama) sebelum mereka
berselisih dalam kitab mereka seperti perselisihan yang terjadi di kalangan kaum
Yahudi dan kaum Nasrani. Aku dapati penduduk Syam mengikuti bacaan Ubay bin Ka’ab. Mereka
membaca Al Qur’an dengan bacaan belum pernah didengar penduduk Irak .Penduduk
Irak mengikuti bacaan Abdullah bin Mas’ud. Mereka membaca Al Qur’an dengan
bacaan yang belum pernah didengar penduduk Syam. Lalu merekapun saling mengkafirkan sebagian pada sebagian
yang lain. Kontan Utsman menyuruh orang menemui Hafsah menyampaikan pesannya
,”Berikan shuhuf (lembaran-lembaran mushaf) , karena kami akan menyalin
ke dalam beberapa salinan mushaf maka bila telah selesai kami akan
mengembalikan kepadamu.” Begitu diterima
Utsman menyuruh Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Ash dan Abdurrohman bin al Harits bin Hisyam. Mereka menyalin mushaf tersebut
ke dalam beberapa salinan mushaf . Ia mengirimkan di setiap penjuru negeri satu
mushhaf dan menyimpan satu mushhaf di
Madinah.Kemudian memerintah membakar
setiap shohifah (lembaran ) al Qur’an
selain mushhaf tersebut dan meninggalkan bacaan-bacaan syaadz.
Amal perbuatan ini
meskipun belum pernah dilakukan di masa Nabi , namun dinilai amal
perbuatan kebaikan paling bernilai dan urgent serta sangat banyak manfaatnya bagi kepentingan Islam dan kaum
muslimin.
12.
Diriwayatkan
dari sayidina Anas radliyallahu ‘anu, bahwa ia menyaksikan
jenazah seorang laki-laki Anshar, ia berkata: “Lalu orang-orang mengeraskan
istighfar namun Anas tidak mengingkari hal itu. Dan mereka
memasukkannya dari arah kaki kuburnya. (HR. Imam Ahmad).
13.
Diriwayatkan
dari Umar bin Khottob radliyallahu anhu bahwa bila ia usai menjalankan sholat Jum’at ia pulang sambil
membaca do’a ,” ALLAHUMMA INNI AJABTU DA’WATAKA WASHOLLAITU
FARIDLOTAKA WAN TASYARTHU KAMA
AMARTANI FARZUQNI MIN FADZLIKA WAANTA
KHOIRURROZIQIN.” (artinya Ya Allah sungguh aku telah menyambut
seruan-Mu dan menjalan shalat yang engkau fardlukan dan kemudian bertebaran
sebagaimana yang engkau perintahkan , maka karuniakan rizki kepadaku dari
anugerah-Mu dan sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik Pemberi rizki ).
14.
Imam
Thabrani mengeluarkan hadist dari
sayidina Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu bahwa apabila ia menghatamkan Al
Qur’an ia mengumpulkan keluarganya ; istri dan anaknya dan berdo’a untuk
kebaikan mereka.
15.
Diriwayatkan dari Daud bin Abi Sholeh berkata,”
[1] ) Hadist dikeluarkan oleh Muslim dari hadist yang panjang (hadist ke 2002) Nasyai ( 1577) Ibnu Majah ( 45) Addaromy (221) Imam Ahmad ( Juz.2 /210) Ibnu Huzaimah (1785) Abu Ya’la ( 2111) , Al Baihaqi ( Juz. 2/ 206) Al Baghowi ( 4295) Ibnu Hibban (10)
[2] ) Hadist dikeluarkan Imam Bukhori (1906) Imam Malik ( Juz 1/ 114-115)
[3] ) Hadist diriwayatkan Imam Ahmad .
[4] ) Catatan pent. ,karena menurut persepektif ulama ushul tidak boleh mengamalkan lafadz ‘am sebelum mencari dalil yang mentahsiskannya.
[5] ) Sighot lafadz ‘am (lafadz Kullun)
[6] ) Pernyataan ini dikutip syekh al Jamal dalam hasyiyah ‘alal Jalalain, dari Ibnu Taimiyah ketika menafsiri ayat ini . dan telah ia kemukakan pula dalam bab wushulul tsawwabi Qur’an , Hal. 304)
[7] ) Kitab Itqoni syun’ah oleh syekh Abdullah bin Shodiq al Ghomary
[8] ) Hadist dikeluarkan Imam Bukhori.
[9] )Hadist dikeluarkan Abu Daud (hadist nomer 1784), Imam Hakim ( nomer 1762), dishohikan dan disepakati Imam Dzahabi.
[10] ) Kitab “Itqonishun’ah fi tahqiqi maknal bid’ah oleh Syekh Abdullah bin Shodiq al Ghomary husainy.
[11] ) Dalam Musnad Ahmad, hadist 21023 dengan redaksi ,” Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam usai shalat saat jamaah tengah duduk dalam shalat, ia langsung duduk. Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam usai shalat, ia berdiri dan mengganti rakaat yang tertinggal kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tirulah seperti yang dilakukan Mu'adz."
[12] ) Hadist diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishohihkan oleh Ibnu Daqiqil ‘id dan Ibnu Hazm (20/271)
[13] ) Hadist diriwayatkan oleh Imam Bukhori..
[14] ) Hadist dikeluarkan oleh Imam Ahmad .
[15] ) Hadist ini telah ditahrij dalam bab dzikir dengan berjama’ah dan lainnya hal 356.
[16] Ibid. hal. 139.